BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Novel merupakan sebuah
karya sastra yang paling popular di dunia. Sebagai bahan bacaan, novel
dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu karya serius dan karya hiburan. Tidak semua yang mampu memberikan hiburan bisa
disebut sebagai karya sastra serius, sebuah novel serius bukan saja dituntut
agar dia merupakan karya yang indah, menarik dan dengan demikian juga
memberikan hiburan pada kita, tetapi ia juga dituntut lebih dari itu. Syarat
utama novel adalah menarik, menghibur dan mendatangkan rasa puas setelah orang
selesai membacanya.
Novel yang baik adalah novel yang mampu menggugah pembacanya
sehingga merasa penasaran dengan cerita-ceritanya, selain itu juga dapat
membawa pembaca seolah-olah ikut merasakan dan terjun langsung sebagai
tokoh-tokoh dalam cerita. Sebaliknya
novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka, yang penting adalah
memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Novel hiburan
terikat dengan pola – pola, dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel serius mempunyai
fungsi sosial, sedangkan novel hiburan hanya berfungsi personal.
Novel yang berjudul Ayat-Ayat
Cinta karya Habiburrahman El Shirazy ini termasuk dalam jenis novel serius,
karena novel ini bukan hanya novel cinta dan novel sastra saja, melainkan juga
novel politik, novel budaya, novel religi, novel fikih, novel etika, novel
bahasa, dan novel dakwah sehingga sangat menarik untuk dibaca. Novel ini lahir
sebagai novel pembangun jiwa. Novel ini disajikan dengan kisah yang luar biasa,
mengajarkan makna pelajaran penting dalam kehidupan yaitu bagaimana bergaul
dengan sesama muslim dan bergaul dengan nonmuslim, selain itu novel ini juga menceritakan
kerasnya kehidupan dan memberikan motivasi bagi pembacanya untuk menjadi muslim
sejati dan senantiasa mencari keridhaan Allah Swt.
Inspirasi luar biasa yang dapat saya ambil dari tokoh novel
religius ini ialah betapa banyak rintangan yang harus dilalui untuk menuju
hidup yang tenteram dan bijak dengan keridhaan Allah Swt. Menjadi sebuah nikmat
yang tak terhingga tatkala selalu ikhlas dan tawakal dalam menjalani setiap
hidupnya. Novel ini disesuaikan dengan kondisi saat ini, sehingga pembaca
seolah-olah ikut merasakan menjadi salah
seorang tokoh dari novel merasakan keadaan yang diceritakan dalam novel
tersebut, novel ini sangat bagus
untuk di baca dengan gaya bahasanya yang indah karena disampaikan dengan gaya
yang puitis dan bersahaja sehingga tidak memenatkan pembaca dalam membaca
pesan-pesan yang terkandung dalam novel ini.
1.2 Hakikat Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan dalam kajian sastra
yang menitikberatkan kajiannya pada ekspresi perasaan atau temperamen penulis
(Abrams, 1981 : 189). Selden
(1985 : 52) mengungkapkan bahwa karya sastra adalah anak kehidupan kreatif seorang
penulis dan mengungkapkan pribadi pengarang.
Pendekatan ekspresif adalah pendekatan karya sastra dengan
jalan menghubungkan karya satra dengan pengarangnya.
Pendekatan ekspresif menitikberatkan
pengarang, dan orientasi ekspresif memandang karya sastra sebagai ekspresi,
luapan, ucapan perasaan sebagai hasil imajinasi pengarang, pikiran-pikiran, dan
perasaannya. Orientasi ini cenderung menimbang karya sastra dengan keasliannya,
kesejatiannya, atau kecocokan dengan visium atau keadaan pikiran dan kejiwaan
pengarang.
Teori ekspresif sastra (The
expressive theory of literature) adalah sebuah teori yang memandang sebuah
karya sastra terutama sebagai pernyataan atau ekspresi dunia batin
pengarangnya.
Atmazaki (1990:34-35) mengatakan
bahwa pementingan aspek ekspresif ini disebabkan oleh alasan-alasan berikut.
- Pengarang adalah orang pandai;
- Kata author berarti pengarang, yang bila ditambah akhiran –ity berarti berwenang atau berkuasa; dan
- Pengarang adalah orang yang mempunyai kepekaan terhadap persoalan, punya wawasan kemanusiaan yang tinggi dan dalam.
Pendektan ekspresif mengenai batin
atau perasaan seseorang yang kemudian diekspresikan dan dituangkan ke dalam
bentuk karya dan tulisan hingga membentuk sebuah karya sastra yang bernilai
rasa tersendiri, dan menurut isi kandungan yang ingin disampaikan oleh
pengarang (berupa karya seni). Karena karya sastra tidak dapat hadir bila tidak
ada yang menciptakannya, sehingga pencipta karya sastra sangat penting
kedudukannya dalam kegiatan kajian dan apresiasi sastra, pikiran, dan perasaan
pengarang.
Pikiran dan perasaan pengarang
adalah sumber utama dan pokok masalah dalam suatu novel. Pendekatan ekspresif
ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pengarang dalam
mengungkapkan gagasan-gagasan, imajinasi, dan spontanitasnya.
Adapun
kerangka pendekatan ekspresif sebagaimana diuraikan Atmazaki (1990:36) sebagai
berikut:
- Pendekatan ekspresif berhubungan erat dengan kajian sastra sebagai karya yang dekat dengan sejarah, terutama sejarah yang berhubungan dengan kehidupan pengarangnya; dan
- Karya sastra dianggap sebagai pancaran kepribadian pengarang.
Teeuw (1984) menyatakan bahwa karya sastra tidak bisa dikaji
dengan mengabaikan kajian terhadap latar belakang sejarah dan sistem sastra :
semesta, pembaca, dan penulis. Informasi tentang penulis memiliki peranan yang
sangat penting dalam kegiatan kajian dan apresiasi sastra. Ini dikarenakan
karya sastra pada hakikatnya adalah tuangan pengalaman penulis (Teeuw, 1984;
Selden, 1985; Roekhan, 1995; Eneste, 1982).
1.3 Hakikat Teori Vladimir
Propp
Selain membahas masalah struktur
pembangun berupa
unsur intrinsik
dan ekstrinsik, strukturalisme juga membahas struktur naratif cerita. Salah
satu ahli yang menggeluti bidang ini adalah Vladimir Propp lahir pada tanggal 17 April 1895vdi
St. Petersburg, Jerman.
Propp memulai dengan masalah pengklasifikasian
dan pengorganisasian cerita rakyat. Propp secara induktif mengembangkan empat
hukum yang menempatkan sastra rakyat atau fiksi pada pijakan baru. Karena inilah
Vladimir Propp dikenal sebagai cikal bakal struktural naratologis (Herman &
Vervaeck, 2005: 52). Keempat hukum tersebut sebagai berikut.
1.
Fungsi karakter
(tokoh) sebagai sebuah penyeimbang, elemen-elemen tetap dalam sebuah cerita,
tidak bergantung kepada bagaimana atau karena siapa mereka terpenuhi.
Elemen-elemen tersebut membentuk komponen-komponen fundamental sebuah cerita.
2. Jumlah fungsi yang dikenal dalam cerita
peri terbatas.
3. Rangkaian fungsi itu selalu identik.
4. Semua cerita terdiri atas
satu tipe jika dilihat dari strukturnya.
Dalam membandingkan semua fungsi
cerita-cerita tersebut, Propp menemukan bahwa jumlah keseluruhan fungsi tidak
lebih dari tiga puluh satu fungsi. Fungsi-fungsi tersebut disusun sebagai
berikut.
1. Salah satu
anggota keluarga hilang/pergi dari rumah.
2. Larangan
ditujukan pada sang pahlawan.
3. Larangan dilanggar.
4. Penjahat berusaha mengintai.
5. Penjahat menerima informasi tentang korbannya.
6. Penjahat berusaha menipu korbannya untuk menguasai korban
atau (harta) milik korban.
7. Korban tertipu dan tanpa sadar membantu musuhnya.
8. Penjahat membahayakan atau melukai seorang anggota
keluarga.
9. Kemalangan atau kekurangan diketahui.
10. Pencari setuju atau memutuskan untuk
mengatasi halangan.
11. Pahlawan
meninggalkan rumah.
12. Pahlawan diuji, diinterogasi, diserang,
dsb. dalam proses mendapatkan alat (agent) sakti atau penolong.
13. Pahlawan
mereaksi tindakan donor masa depan.
14. Pahlawan
memperoleh kekuatan alat sakti.
15. Pahlawan
dipindah, dikirim, atau digiring/dituntun kemana-mana dalam pencarian objek.
16. Pahlawan dan
penjahat terlibat perang langsung.
17. Pahlawan
mendapat nama (terkenal)
18. Penjahat
dikalahkan
19. Kemalangan atau
kekurangan awal berhasil dimusnahkan.
20. Pahlawan
kembali.
21. Sang pahlawan
dikejar.
22. Penyelamatan
pahlawan dari kejaran.
23. Pahlawan – yang
tidak dikenali – pulang atau pergi ke negeri lain.
24. Seorang
pahlawan palsu menyatakan tuntutan (claim) yang tidak berdasar.
25. Sebuah tugas
yang sulit diajukan pada sang pahlawan.
26. Tugas berhasil
dipecahkan.
27. Sang pahlawan
dikenali.
28. Pahlawan palsu
atau penjahat terungkap.
29. Pahlawan palsu
diberikan tampilan baru.
30. Penjahat
dihukum.
31. Pahlawan
menikah dan bertakhta.
Propp menyebut
tujuh fungsi pertama sebagai unit persiapan. Komplikasi ditandai dengan nomor
10. Komplikasi diikuti dengan perpindahan, perjuangan, kembali (kepulangan),
dan pengenalan.
Sebagai
tambahan dari tiga puluh satu fungsi tersebut, Propp menambah tujuh “putaran
aksi” (spheres of action). Ketujuhnya disusun sebagai berikut.
1. Penjahat.
2. Donor
(penyedia).
3. Penolong.
4. Putri dan
ayahnya.
5. Utusan
(dispatcher)
6. Pahlawan
(pencari atau korban)
7. Pahlawan palsu.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian berdasarkan pendekatan ekspresif
Novel
yang berjudul Ayat-Ayat Cinta karya
“Habiburrahman El Shirazy” ini bertemakan religius sebagai novel pembangun jiwa, dilihat dari pendekatan ekspresif
novel karya Habiburrahman El Shirazy ini dilaterbelakangi kehidupan nyatanya
sendiri. Pengarang menceritakan pengalaman-pengalaman masa lalunya sebagai
tuntunan hidup di masa sekarang. Ia mengenang dan menuangkan pengalaman-pengalamannya dalam untaian tulisan yang di angkat
dari kisah masa lalunya menjadi pelajaran berharga bagi pembaca. Novel
Ayat-Ayat Cinta ini mengangkat kisah seorang santri metropolitan yang menuntut
ilmu di negeri Piramida. Fahri bin Abdillah adalah seorang pelajar yang berusaha
mengejar gelar masternya di Al Ahzar serta kerasnya perjalanan hidup yang
dihadapinya selama di Mesir. Sehubungan dengan disebutnya novel ini sebagai
novel pembangun jiwa, yang menarik dalam novel ini adalah kemampuan penulisnya
untuk menyisipkan pesan-pesan moral dalam ceritanya. Tidak main-main, sebagai
novel pembangun jiwa, novel ini ditulis dengan menggunakan sepuluh referensi. Dalam novel ini pengarang telah
berhasil menggambarkan latar sosial-budaya Timur Tengah dengan sangat hidup
tanpa harus memakai istilah-istilah Arab. Bahasanya yang mengalir,
karakteristik tokoh-tokohnya yang begitu kuat, dan gambar latarnya yang begitu
hidup, membuat kisah dalam novel ini terasa benar-benar terjadi.
Novel Ayat-Ayat Cinta adalah novel yang
bertutur tentang cara menghadapi naik turunnya persoalan hidup secara islam. Dalam
novel ini mengambil kisah tokoh Fahri yaitu seorang pelajar Indonesia yang
mengejar gelar masternya di Universitas Al-Ahzar. Ia berjibaku dengan panas dan
debu Mesir. Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan empat temannya yang juga
berasal dari Indonesia. Mereka adalah Saiful, Rudi, Hamdi dan Mishbah. Berkutat
dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi
penerjemah buku-buku agama. Belajar di Mesir membuat Fahri mengenal Maria,
Nurul, Noura dan Aisha.
Dalam
novel Ayat-Ayat Cinta pengarang memberikan kisah-kisah yang luar biasa dan
menarik bagi pembacanya. Pada awal ceritanya pengarang memilih untuk
menceritakan suasana Mesir di musim panas sehingga pembaca seolah-olah ikut
merasakan bagaimana kehidupan di Mesir di kala musim panas.
“
Tengah hari ini, kota Cairo seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala
langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan
pasir seolah menguap bau neraka. Hembusan angin sahara…..”(Ayat-Ayat Cinta:15).
Kemudian
pengarang mulai menceritakan kisah kehidupan Fahri serta kebiasaan-kebiasaannya
selama di Mesir yaitu pergi talaqqi mengaji bersama Syaikh Ustman seorang ulama
besar di Mesir.
“
Jadwalku mengaji pada Syaikh yang terkenal sangat disiplin itu seminggu dua
kali. Setiap Ahad dan Rabu. …”(Ayat-Ayat
Cinta:16).
Dalam
bab I Gadis Mesir Itu Bernama Maria disini pengarang menceritakan kisah Fahri
yang mengagumi seorang gadis Kristen Koptik yang unik bernama Maria. Gadis
koptik yang menyukai Al-Quran dan bahkan hafal beberapa suratnya.
“
Maria lalu melantunkan surat Maryam yang ia hafal. Anehnya ia terlebih dahulu
membaca ta’awudz dan basmalah. Ia tahu adab dan tata cara membaca Al-Quran”.(Ayat-Ayat Cinta:24).
Dalam
novel ini pengarang juga menceritakan kehidupan sosial masyarakat Mesir dan bagaimana
sikap orang-orang Mesir.
“
Seorang pemuda berjenggot tipis yang berdiri tak jauh dari tempatku berdiri
memandangi diriku dengan tersenyum”. (Ayat-Ayat
Cinta:34).
“
Orang Mesir memang suka bicara. Kalau sudah bicara ia merasa paling benar
sendiri”.(Ayat-Ayat Cinta:36).
Pengarang
juga mampu menceritakan bagaimana orang-orang Mesir marah. Di sini pembaca
benar-benar seperti merasakan berada di tengah-tengah orang Mesir.
“
Ashraf menoleh ke kanan dan memandang tiga bule itu dengan raut tidak senang.
Tiba-tiba ia berteriak emosi ‘ya
Amrikaniyyun, la’natullah ‘alaikum’ ”.(Ayat-Ayat
Cinta:38)
“ Memang, kalau sedang jengkel orang Mesir bisa mengatakan apa saja.
Di pasar Sayyeda Zaenab aku pernah melihat seorang penjual ikan marah-marah
pada istrinya. Entah karena apa. Ia menhujami istrinya dengan sumpah serapah
yang kasar dan tidak nyaman di dengar oleh telinga”.(Ayat-Ayat Cinta:39).
Melalui novel ini
pengarang menyampaikan kepada pembaca bagaimana adat seorang muslim
dan muslimah saat bergaul dengan muslim lainnya atau nonmuslim.
“ Ia tersenyum sambil
mengulurkan tangannya kepadaku sambil berkata ‘ Hai Indonesien, thank’s for
everything. My name’s Alicia’.
‘ oh, you’re welcome.
My name’s Fahri, jawabku sambil menangkupkan kedua tanganku di depan dada, aku
tidak mungkin menjabat tangannya.
Ini bukan berarti saya tidak menghormati Anda.
Dalam ajaran Islam, seorang laki-laki tidak boleh bersalaman dan bersentuhan dengan
perempuan selain dengan istri dan mahramnya”. (ayat-Ayat Cinta:55).
Melalui novel ini pula, pengarang mengajarkan ilmu fikih
tentang bagaimana Islam memandang wanita dan memperlakukan wanita menurut
Al-Quran.
“ Sebab itu, wanita
yang saleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya
tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu
kuatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka dari tempat
tidur dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menaatimu,, maka janganlah kamu
mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi
Mahabesar”.(Ayat-Ayat Cinta:97).
Dalam novel ini pengarang menceritakan kerinduannya terhadap
ayah dan ibunya di kampung halaman
melalui tokoh Fahri yang ia tulis melalui sajak puisi berikut.
Selalu saja kurindu
Abad-abad terus berlalu
Berjuta kali berganti
baju
Nun jauh di sana mata
bening menatapku haru
Penuh rindu
Mata bundaku
Yang selalu kurindu
“
Dalam sujud kumenangis pada Tuhan, memohonkan rahmat kesejahteraan tiada
berpenghabisan untuk bunda, bunda, bunda dan ayahanda tercinta”.(Ayat-Ayat
Cinta:146).
Selanjutnya pengarang mengajak kembali
pembaca untuk merasakan betapa rumitnya masalah yang dihadapi oleh Fahri
tatkala ia dicintai oleh tiga orang gadis. Hatinya bimbang dalam memilih
siapakah nanti yang menjadi jodohnya. Yang diungkapkan pengarang melalui
bait-bait dalam puisinya.
Bidadariku,
Namamu tak terukir
Dalam catatan harianku
Asal usulmu tak hadir
Dalam diskusi kehidupanku
Wajah wujudmu tak terlukis
Dalam sketsa mimpi-mimpiku
Indah suaramu tak terekam
Dalam pita batinku
Namun kau hidup menghadiri
Pori-pori cinta dalam semangatku
Sebab
Kau adalah hadiah yang agung
Dari Tuhan
Untukku
Bidadariku. (Ayat-Ayat Cinta:198)
Pengarang kembali menceritakan
kegelisahan Fahri dalam novel ini tatkala ia harus dijodohkan dengan seorang perempuan Mesir
bernama Aisha.
“
Tiga kali aku shalat istikharah. Yang terbayang adalah wajah ibu yang semakin
menua. Sudah tujuh tahun lebih aku tidak berjumpa dengannya. Oh ibu, jika
engkau adalah matahari, aku tak ingin malam hari. Jika engkau adalah embun, aku
ingin selalu pagi hari. Ibu, durhakalah aku, jika ditelapak kakimu tidak aku
temui sorga itu”.(Ayat-Ayat Cinta:203).
Dalam
kisah selanjutnya, pengarang menceritakan betapa indah dan romantisnya kisah
cinta Fahri yang memadu kasih bersama istri tercintanya, Aisha. Pengarang mampu
membuat pembaca seakan-akan ikut merasakan kebahagiaan tokoh dalam cerita.
Pengarang
kembali memunculkan konflik-konflik batin yang dialami tokoh Fahri di mana ia
di fitnah telah memperkosa Noura gadis yang pernah ditolongnya dulu.
Cobaan-cobaan yang dihadapi tokoh Fahri ketika ia harus di hukum dalam penjara.
“
Aku dibawa ke markas polisi Abbasea. Diseret seperti anjing kurap. Lalu
diintrogasi habis-habisan, dibentak-bentak, dimaki-maki dan disumpahserapahi
dengan kata-kata kotor. Dianggap tak ubahnya najis yang menjijikkan. Tuduan
yang dialamatkan kepadaku sangat menyakitkan: memperkosa seorang gadis Mesir
hingga hamil hampir tiga bulan”.(Ayat-Ayat Cinta:307).
Sampai pada akhirnya pengarang dalam novelnya
menceritakan Aisha yang merelakan dirinya untuk dimadu Fahri. Aisha merelakan
Fahri menikahi Maria dengan alasan menyelamatkan Fahri dari tuduhan pemerkosaan
atas Noura.
“
Suamiku, aku sependapat denganmu. Sekarang menikahlah dengannya. Anggaplah ini
ijtihad dakwah dalam posisi yang sangat sulit ini. ..”.(Ayat-Ayat Cinta:377).
“
ini jadikan mahar untuk Maria…”(Ayat-Ayat Cinta:378).
Dalam setiap kisahnya, pengarang
berusaha mengupas kejadian-kejadian yang terdapat dalam novel tersebut yang
disertai luapan emosi, kemarahan, kesedihan secara sempurna.
Di akhir cerita pengarang mampu
menghipnotis pembaca, sehingga pembaca seolah-olah mengalami segala kejadian
dan problema yang melilit tokoh yang ada dalam novel.
Namun
dalam novel ini masih ditemukan hal mustahil dalam cerita yang tidak
diperhatikan oleh pengarang sebelumnya seperti tokoh Fahri yang dicintai oleh
empat orang wanita dan semuanya rela menjadi istri. Kemudian Noura yang
frustrasi karena tidak mendapatkan cinta Fahri, ia lantas memfitnah Fahri
dengan tuduhan yang kejam.
2.2 Kajian berdasarkan Vladimir Propp
1.
Penjahat
Tokoh yang difungsikan sebagai
penjahat dalam novel Ayat-Ayat Cinta adalah
tokoh yang bernama Bahadur sebagai ayah Noura serta Suzan dan Mona sebagai
kakak Noura. Di fungsikan sebagai tokoh jahat karena mereka memiliki sifat yang
kasar, dingin dan tidak bisa menghargai orang.
Seperti
yang dijelaskan pada kutipan ini.
“ Benar, di gerbang apartemen kami melihat seorang gadis
yang diseret oleh seorang lelaki hitam dan ditendangi tanpa ampun oleh seorang
perempuan. Gadis yang diseret itu menjerit dan menangis. Sangat mengibakan.
Gadis itu diseret sampai ke jalan”.(Ayat-Ayat Cinta:73).
“ Sudah berulang kali kami melihat Noura dizalimi oleh
keluarganya sendiri. Ia jadi bulan-bulanan kekerasan ayah dan dua
kakaknya”.(Ayat-Ayat Cinta:73).
“ Ayah Noura yang bernama Bahadur itu memang keterlaluan.
Bicaranya kasar dan tidak menghargai orang”.(Ayat-Ayat Cinta:74).
“ Belum sempat Tuan Boutros menyalakan mesin terdengar suara
Si Muka Dingin memanggil dengan suara mengguntur…”(Ayat-Ayat Cinta:125).
“ Hai Maria bicara
kau! Kalau tidak ku sumpal mulutmu dengan sandal!” Si Muka Dingin menyalak
keras seperti anjing. (Ayat-Ayat Cinta:125).
“ Ia hanya pergi begitu saja sambil
mengepelkan tinjunya, ia mendesis ‘ kalau kembali anak itu akan ku kuliti biar
tahu rasa!”(Ayat-Ayat Cinta:126).
2.
Donor (penyedia)
Berdasarkan
analisis novel Ayat-Ayat Cinta terdapat banyak tokoh yang berperan sebagai
penyedia seperti yang tergambar pada tokoh Tuan Boutros (ayah Maria), Madam
Nahed (ibu Maria), Hamdi, Saiful, Rudi, Misbah, Yousef, Syaikh Ahmad, Syaikh
Ustman, Ummu Aiman, Eqbal Hakan Elbakan. Donor (penyedia) digambarkan sebagai
tokoh yang memiliki sifat ramah, baik dan rela menolong orang-orang yang
membutuhkan bantuannya.
Dijelaskan dalam kutipan berikut.
Saful:
“ Ia lantas bergegas memenuhi permintaanku.
Saiful duduk di sampingku sambil memijat kedua kakiku”.(Ayat-Ayat Cinta:141).
Tuan Boutros:
“
Pak Boutros masuk membawa satu botol madu”
Madam Nahed:
“ Madam Nahed meminta izin padaku
untuk memeriksanya. Sambil memasang tekanan darah di lengan kananku, dia
menanyakan apa yang kurasakan”.(Ayat-Ayat Cinta:141).
“ Aku tersenyum. Madam Nahed masih
menganggap aku bagian dari keluarganya”(Ayat-Ayat Cinta:295).
“ Agaknya kau terlalu memforsir dirimu. Banyak-banyaklah istirahat.ada
gejala heat stroke. Kau harus minum yang banyak dan makan buah-buahan yang
segar. Istirahatlah dulu. Jangan berpergian menantang matahari!” kata Madam
Nahed lembut.(Ayat-Ayat Cinta:142).
Syaikh Ustman:
“ Syaikh Ustman lalu mengeluarkan
botol kecil dari jubahnya. ‘Ini aku bawakan air zamzam. Tidak banyak, namun
semoga bermanfaat. Minumlah dengan terlebih dahulu membaca shalawat Nabi dan
berdo’a minta kesembuhan dan ilmu yang manfaat”(Ayat-Ayat Cinta:188).
3.
Penolong
Dalam novel Ayat-Ayat Cinta, tokoh
yang berperan sebagai penolong adalah Maria dan Nurul. Tokoh Penolong
digambarkan sebagai tokoh protagonist yang keberadaannya sebagai penolong tokoh
utama dalam cerita.
Maria:
“
Pak Hakim dan selurruh yang hadir dalam
sidang ini, saya bersaksi atas nama Tuhan Yang Maha Mengetahui bahwa Noura
malam itu, sejak pukul dua sampai pagi berada di kamarku. Ia sama sekali tidak
keluar dari kamarku. Ia selalu bersamaku. Jika dia mengatakan pukul tiga aku
mengantarnya ke rumah Fahri itu bohong belaka”(Ayat-Ayat Cinta:385).
“
Apa yang dikatakan Noura adalah fitnah belaka. Dia harus mendapatkan ganjaran
atas tuduhan kejinya”.(Ayat-Ayat Cinta:385).
“
Demi Allah Yang Maha Mengetahui! Aku tidak rela atas tuduhan yang dilontarkan
Noura kepaada Fahri. Aku tidak rela!! Jika sampai Fahri divonis salah maka
Noura akan menjadi musuhku di hadapan Allah di akhirat kelak”.(Ayat-Ayat
Cinta:385).
4.
Putri dan Ayahnya
Dalam novel Ayat-Ayat Cinta tidak
ditemukan tokoh yang berperan sebagai putri dan ayahnya secara mutlak. Dalam
novel ini dimungkinkan yang dianggap sebagai putri ialah tokoh Aisha. Tokoh
Aisha digambarkan memiliki sifat yang sangat baik, ramah, ikhlas, sabar dan sopan.
“
Mom,wait! Please, sit down here!”(Ayat-Ayat Cinta:41)
“
Fahri, menikahlah dengan Maria. Aku ikhlas”.(Ayat-Ayat Cinta:3776).
“
Suamiku, kau jangan ragu! Kau sama sekali tidak melakukan dosa. Yakinlah bahwa
kau melakukan amal saleh”(Ayat-Ayat Cinta:378).
“
Fahri, kuatkanlah dirimu. Aku sangat menccintaimu. Aku tidak mau
kehilanganmu”(Ayat-Ayat Cinta:331).
5.
Utusan
Dalam analisis novel
ini tidak digambarkan tokoh yang berperan sebagai utusan
6.
Pahlawan (pencari atau korban)
Berdasarkan analisis dalam novel ini tokoh yang difungsikan
sebagai pahlawan ialah tokoh Fahri. Karena di sini tokoh Fahri adalah
tokoh utama yang memiliki banyak peran
di dalamnya.
Seperti yang digambarkan dalam beberapa cuplikan di bawah
ini.
“
Dalam kondisi yang tidak nyaman ini, aku sendiri sebenarnya sangat malas
keluar”(Ayat-Ayat Cinta:16)
“
sebagai yang dipercaya untuk jadi kepala keluarga aku harus jeli memperhatikan
kebutuhan dan kesejahteraan anggota”(Ayat-Ayat Cinta:19).
“
Usai makan aku melakukan rutinitasku di depan computer mengalihbahasakan kitab
berbahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia”(Ayat-Ayat Cinta:69)
“
Aku paling tidak tahan mendengar perempuan menangis”(Ayat-Ayat Cinta:74).
“
Apa kau tidak tergerak untuk menolongnya”(Ayat-Ayat Cinta:75).
7.
Pahlawan Palsu
Berdasarkan analisis novel Ayat-Ayat
Cinta ini tidak terdapat tokoh yang berperan sebagai pahlawan palsu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dalam makalah ini adalah
novel Novel
yang berjudul Ayat-Ayat Cinta karrya Habiburraman El Shirazy ini termasuk
novel yang bersifat serius. Novel ini tidak hanya bercerita tentang cinta yang
dramatis, melainkan juga bercerita tentang
nilai budaya, nilai politik, nilai pendidikan serta. Novel ini merupakan
novel yang memiliki pelajaran berharga yang bisa membuat kita lebih
memperhatikan kehidupan bahkan religious.
Selain
cerita latar mengenai kota Mesir yang begitu kompleks, novel ini juga
menceritakan mengenai kehidupan tokoh yang bervariasi. Mulai dari kehidupan
ekonomi tokoh yang kekurangan, pendidikan yang ia selesaikan di Kairo, Mesir,
sampai pada kisah romantic cinta yang dialami tokoh. Semuanya terbalut dalam
cerita yang dibuat oleh pengarang dengan gaya penulisan yang indah.
Kajian
analasis novel ini adalah berdasarkan pendekatan ekspresif dan teori Vladimir
Propp. Dan disini bisa kita lihat bagaimana analisis beradasarkan kedua teori
tersebut. Penggunaan pendekatan ekspresif lebih menunjukkan pengarang
menyampaikan isi dan jalan cerita serta perasaan pengarang dalam novel ini.
Selain itu, untuk teori Vladimir Propp lebih menekankan pada fungsi tokoh yang
ada dalam novel ini. Yaitu tujuh fungsi tokoh yang diperankan oleh tokoh
pengarang.
Dengan
adanya kajian analisis novel Ayat-Ayat
Cinta, kita lebih mudah untuk memahami novel ini lebih dalam berdasarkan
pendekatan dan teori tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Herman, Luc & Bart Vervaeck. 2005. Handbook of
Narrative Analysis. Lincoln & London: University of Nebraska Press
Scholes, Robert. 1973. Structuralism in Literature.
New Haven dan London: Yale University Press
El Shirazy, Habiburrahman. 2005.Ayat-ayat Cinta. Semarang. Pesantren
Basmalah Indonesia
LAMPIRAN
Sinopsis Novel Ayat-Ayat Cinta
Sepintas lalu,
novel Ayat-Ayat Cinta seperti novel-novel Islami kebanyakan yang mencoba
menyebarkan dakwah melalui sebuah karya seni, namun setelah ditelaah lebih
lanjut ternyata novel ini merupakan gabungan dari novel Islami, budaya dan juga
novel cinta yang banyak disukai anak muda. Dengan kata lain, novel ini
merupakan sarana yang tepat sebagai media penyaluran dakwah kepada siapa saja
yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Islam, khususnya buat kawula muda
yang kelak akan menjadi penerus bangsa.
Novel
ini bercerita tentang perjalanan cinta dua anak manusia yang berbeda latar
belakang dan budaya. Yang satu adalah mahasiswa Indonesia yang sedang belajar
di Universitas Al-Ahzar Mesir, dan yang satunya lagi adalah mahasiswi asal
Jerman yang kebetulan juga sedang belajar di Mesir. Kisah percintaan ini
berawal ketika mereka secara tidak sengaja bertemu dalam sebuah perdebatan
sengit dalam sebuah metro.
Pada
waktu itu, si pemuda yang bernama lengkap Fahri bin Abdullah Shiddiq, sedang
dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakkar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra
El-Kaima , ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi pada Syaikh Ustman Abdul
Fattah, seorang Syaikh yang cukup tersohor di seantero Mesir. Kepadanya Fahri
belajar tentang qiraah Sad’ah dan Ushul tafsir. Hal ini sudah biasa
dilakukannya setiap dua kali seminggu. Setiap hari Ahad dan Rabu. Dia sama
sekali tidak pernah melewatkannya walau suhu udara panas menyengat dan badai
debu sekalipun. Karena baginya itu merupakan suatu kewajiban karena tidak semua
orang bisa belajar pada Syaikh Ustman yang sangat selektif dalam memilih murid
dan dia termasuk salah seorang yang beruntung.
Di
dalam metro, Fahri tidak mendapatkan tempat untuk duduk, mau tidak mau dia
harus berdiri sambil menunggu ada kursi yang kosong. Kemudian ia berkenalan
dengan seorang pemuda Mesir brnama Ashraf yang juga seorang muslim. Mmereka
bercerita tentang banyak hal, termasuk kebenciannya terhadap Amerika. Tak
berapa lama kemudian, ada tiga orang bule yang berkewarganegaraan Amerika (dua
perempuan dan satu laki-laki) naik ke dalam metro. Satu diantara mereka
terlihat sangat lelah. Biasanya orang Mesir akan memberikan tempat duduknya
apabila ada wanita yang tida mendapatkan tempat duduk, namun kali ini tidak.
Mungkin karena kebencian mereka terhadap Amerika. Sampai pada suatu saat,
ketika si nenek hendak duduk mengglosor di lantai metro, ada seorang gadis bercadar putih berih yang sebelumnya
dipersilakan Fahri untuk duduk di bangku kosong, memberikan tempat duduknya
untuk nenek tersebut dan meminta maaf atas perlakuan orang-orang Mesir lainnya.
Di sinilah awal perdebatan itu terjadi. Orang-orang Mesir yang paham bahasa
Inggris merasa tersinggung dengan ucapan si gadis bercadar. Mereka mengeluarkan
berbagai umpatan dan makian kepada gadis itu, dan ia pun hanya terkejut diam
dan takut. Kemudian Fahri berusaha untuk meredakan perdebatan itu dengan
menyuruh mereka membaca shalawat Nabi karena biasanya orang Mesir akan luluh
kemarahannya jika mengucap Shalawat Nabi dan ternyata berhasil. Lalu ia mencoba
menjelaskan pada mereka bahwa apa yang dilakukan perempuan bercadar itu benar,
dan umpatan-umpatan itu tidak layak diucapkan. Namun yang terjadi mereka
kembali marah dan menyuruh Fahri untuk tidak ikut campur dalam masalah ini.
Kemudian emosi mereka mereda ketika Ashraf yang juga ikut memaki perempuan
bercadar itu, mengatakan bahwa Fahri adalah mahasiswa Al-Azhar yang hafal
Al-Qur’an dan juga murid dari Syaikh Ustman yang terkenal itu. Lantas
orang-orang Mesir itu meminta maaf pada Fahri. Fahri kemudian menjelaskan
bahwasannya mereka tidak seharusya bertindak seperti itu karena ajaran Nabi
tidak seperti itu. Lalu ia pun menjelaskan bagaimana seharusnya bersikap pada
tamu apalagi orang asing yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rosulullah Saw.
Mereka pun mengucapkan terima kasih pada Fahri karena sudah mengingatkan
mereka. Sementara itu, si bule perempuan muda, Alicia, sedang mendengarkan
tentang apa yang terjadi pada si perempuan bercadar dengan bahasa inggris yang
fasih. Kemudian Alicia berterima kasih pad menyerahkan kartu namanya pada
fahri. Tak berapa lama kemudian metro berhenti dan perempuan bercadar itupun
bersiap untuk turun. Sebelum turun ia mengucapkan terima kasih pada Fahri
karena sudah menolongnya tadi. Akhirnya merekapun berkenalan. Dan ternyata si
gadis itu bukanlah orang mesir melainkan gadis asal Jerman yang sedang studi di
Mesir. Ia bernama Aisha.
Di
Mesir fahri tinggal dengan empat orang temannya yang juga orang Indonesia,
mereka tinggal di sebuah apartemen yang mempunyai dua lantai . Dimana lantai
bawah ditempati oleh Fahri dank e empat temannya dan yang atas di tempati oleh
sebuah keluarga Kristen koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Walaupun
antara Fahri dkk dan keluarga Boutros berbeda keyakinan mereka bisa terjalin
baik. Apalagi dengan Maria, Fahri menganggap dia sebagai seorang koptik yang
aneh yang memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh gadis muslim, yaitu dia
menyukai Al-Qur’an dah juga mengahafa surat Al- Maidah dan surat Maryam. Bahkan
keluarga ini juga sangat baik pada fahri dkk, saat Fahri sakit keluarga itu
juga yang membawa Fahri ke Rumah Sakit. Selain bertetangga denga keluarga
Boutros Fahri juga bertetangga lain
dengan berkulit hitam yang kepala keluarganya bernama Bahadur yang terkenal
dengan si muka dingin. Bahadur mempunyai tiga orang anak yang salah satunya
berbeda dengan keluarga mereka, yaitu naura. Naura sangat di benci oleh semua
keluarganya hingga suatu malam dia disiksa oleh Bahadur, Fahri yang tak tega
melihatnya pun sms Maria agar Maria menolong Noura hingga malam itu Noura
menginap di eluarga Boutros dan malam itu juga menjadi penderitaan yang sama
bagi Fahri.
Kak siska, ini skripsi atau apa? boleh tau judulnya?
BalasHapus